written: friday, 17 september 2010
Biar ku tunjukkan sesuatu padamu, kawan. Lihatlah itu. Itu adalah rumah dimana sekumpulan rubah tinggal. Sekumpulan rubah yg penuh warna yg tak bisa kita sebut dengan jelas, warna apa itu.
Disana, rubah-rubah itu melakukan semua kegiatan mereka. Di saat senja hingga malam mulai larut mereka berkumpul di ruang keluarga. Mereka memasang wajah bahagia dengan senyum yg melengkung manis di setiap wajah berbulu mereka, dan dengan mata yg nyaris tak terbuka. Mata itu, menyipit bukan karena senyuman. Tapi karena mereka tak mau rubah lain mengintip isi hati mereka.
Saat malam semakin larut mereka pergi ke kamar masing-masing, mematikan lampu, memejamkan mata. Mereka tak tidur. Dalam kegelapan itu lah semua kepalsuan itu terbongkar. Hanya disaksikan Sang Pemilik Jiwa, perasaan itu keluar begitu saja. Tak terbatas. Di antara mereka ada yg menangis, ada yg kebingungan, ada yg ketakutan, dan ada pula yg bahagia. Hanya beberapa menit di dalam kegelapan, mereka menjadi dirinya sendiri. Sebelum akhirnya mereka terbuai dalam mimpi.
Matahari terbit. Cahayanya hangat menerobos selah-selah dinding dan pintu kertas rumah itu. Rubah-rubah itu bangun, memulai kegiatan mereka sehari-hari. Ada yg pergi ke ladang, ada yg pergi ke pasar untuk menjual hasil ladang, ada yg berternak, dan ada yg hanya tinggal di rumah. Semua sudah berpencar menjadi kelompok-kelompok kecil. Saat itu rubah-rubah pekerja ladang mulai saling melepaskan mata sipit dan senyumannya. Wajah mereka begitu murni, begitu asli. Tanpa topeng manis yg menempel di otot-otot wajah mereka. Saat itu mereka saling mengatakan apa yg sebenarnya sedang mereka rasakan. Begitupun rubah-rubah peternak, pedagang, dan yg tinggal di rumah. Saat itu jika mereka tersenyum, itu lah senyuman mereka. Jika mereka gusar, itu lah kegusaran mereka. Dan jika mereka takut, itu lah ketakutan mereka. Satu-satunya saat dimana bukan hanya Tuhan yg melihat isi hati mereka. Tapi rubah lain tak juga sempurna. Tak ada satupun dari mereka yg benar-benar bisa mengartikan senyuman, kegusaran, dan ketakutan itu. Dan saat mereka semua kembali ke rumah, mata sipit dan senyum manis itu kembali. Menyembunyikan apa yg ada di baliknya.
Rumah itu adalah sebuah rahasia besar. Tempat dimana seluruh rahasia penghuninya terkumpul tanpa ada satu pun yg tau yg sebenarnya dimaksud dalam tiap-tiap rahasia itu. Bahkan mungkin rahasia mereka sendiri. Karena ketidak tauan itu, maka mereka terpaksa membuat berbagai kedok dan kebohongan. Mereka tak mau orang lain menerka-nerka apa sebenarnya yg tersimpan di hati mereka, sementara mereka sendiri tidak yakin dengan itu. Yg mereka tau, keluarga itu, meskipun tak pernah benar-benar cerah di mata mereka, tapi itu masih yg terbaik yg mereka miliki.
No comments:
Post a Comment