Look Beyond

Look Beyond

Sunday, April 4, 2010

I am A Teenage :D

Saya adalah anak perempuan berusia 15 tahun, duduk di bangku SMA kelas 10. semua orang pasti tahu masa-masa remaja adalah masanya mencari jati diri. banyak hal baru yang akan kita temui di masa-masa ini. Mungkin inilah yang sedang terjadi pada saya. Berhubung ini blog saya, jadi suka-suka saya mau ngepost apa di sini. hhahaha ^^

(jayus dan tidak penting!)

Saya punya sedikit hikmah dari cara saya mencerna setiap masalah yang saya hadapi. Bukannya sombong, tapi sejujurnya saya bangga dengan cara pemikiran saya yang seperti ini. Ini membuat saya melihat setiap masalah dengan lebih rasional tapi juga tidak mengabaikan perasaan saya. Maklum, kebanyakan perempuan memang lebih mengedepankan perasaan dari pada logika. Makanya perempuan itu cenderung lebih melankolis dari pada laki-laki. ckckck ...

Dunia punya lebih dari satu sisi-
Orang-orang terdekat saya sering bilang, "tapi kan dia harusnya bilang begini ..." atau "dia kan nggak harus berbuat begitu." Apa salah kalau kita bilang begitu? Menurut saya sih enggak juga. Karena setiap orang kan pasti punya opini masing-masing. Kita berhak menyuarakan opini kita dalam batas-batas tertentu, begitu juga orang lain. Kita nggak bisa memaksakan opini kita itu pada orang lain. Siapa tau aja mereka punya opini yang bertentangan sama kita. Hal menurut kita penting, menurut mereka belum tentu penting. Hal yang menurut kita bagus, belum tentu menurut orang lain juga bagus. Dan perbedaan itu terkadang membuat kita jadi bete sendiri. Di sisi lain, menurut saya hal itu hampir mustahil untuk diubah. Apalagi kalau masalah itu berkaitan dengan prinsip dan pandangan hidup. Nah lho! Jadi gimana dong?? Makanya, belajarlah untuk menghargai perbedaan. Karena perbedaan itu hal yang sangat wajar dan indah kalau kita mau melihatnya dari sisi yang baik.

Atau hal yang membuat kita kecewa. Suatu ketika saya pernah punya masalah, saya kesel, sedih, kecewa, bahkan marah sama seseorang. Tapi perasaan itu belum sempat saya keluarkan. Saya merasa beruntung dengan cara fikir yang seperti ini. Kalau untuk masalah yang berkaitan dengan orang lain, saya biasanya nggak directly melampiaskan perasaan saya itu pada si objek. Tapi saya lebih cenderung mencoba untuk tenang dan memikirkan segala hal dari berbagai pandangan, bukan dari kacamata saya aja. Saya selalu memikirkannya pelan-pelan dan saya juga menyandingkan hasil pemikiran yang ada di otak saya itu dengan fakta-fakta yang saya ketahui. Hal itu cenderung membuat saya punya fikiran dan perkiraan yang lebih realistis sehingga saya nggak akan salah jalan atau justru memperbesar masalah saya. Jadi, kalau punya masalah sama orang jangan langsung menerkam kayak singa kelaparan, buuk! Dipikirin dulu pelan-pelan, simpan dulu amarahnya dengan merenung sejenak, tenangkan jiwa dan raga, relax lah pokoknya. Karena sepenglaman saya, berfikir pake amarah itu mau dipikirin kayak apa juga tetep aja hasilnya nggak bakalan objektif.

Yang jadi masalah adalah bagaimana kalau meskipun udah dipikir-pikir berulang kali hasilnya tetep mengerikan buat saya? Hal itu pernah terjadi sama saya. Masalah besar yang saya hadapi dengan seseorang benar-benar membuat kepala saya mau pecah. Pada awalnya hipotesis saya: "SAYA ADALAH KORBAN." Dan hipotesis yang entah benar entah salah itu membuat saya semakin kepingin meledak! Tapi lalu saya memikirkan lagi semua duduk permasalahannya pelan-pelan. Dan hasilnya, hipotesis saya memang benar, tapi nggak 100%. Akhirnya saya menyadari bahwa saya juga punya andil dalam hal yang "salah" ini. Tapi itu juga nggak sepenuhnya salah saya. Semua orang yang terkait dengan masalah itu punya kesalahan yang sama. Dan kebetulan, disini saya yang harus jadi korban. Jadi orang yang paling disakiti dan dirugikan. Meskipun berat, tapi pelan-pelan saya mencoba untuk iklas. Dan pada akhirnya, orang-orang itu juga punya rasa bersalah sama saya.

(mmmmm.... hellooo!!!)

Sebenernya rasa bersalah itu juga nggak terlalu penting untuk ditanemin dalam hati terus menerus. Tapi setelah sekian lama, kayaknya orang-orang itu tetep aja ngerasa nggak enak dan suka segen kalo ketemu saya. Sebenarnya itu nggak salah sih, mengingat mereka juga tahu betapa saya harus menderita karena mereka dan butuh waktu yang juga nggak lama untuk bisa mengikhlaskan penderitaan itu itu. [TRAGIC!!] Itu berarti mereka masih punya hati. Tapi kalo sekarang kayaknya udah terlalu lama deh. Untuk orang-orang yang take a part dalam cerita ini, bukannya saya mau ngungkit-ngungkit masa lalu dan kenangan buruk kita, tapi saya cuma mau kalian bersikap biasa sama saya. Anggap aja nggak pernah terjadi apa-apa ...


Cobalah untuk tidak menyalahkan orang lain-
Kebanyakan masalah yang kita dapatkan dalam konteks kehidupan sosial biasanya berhubungan dengan orang lain. Yang ada di fikiran kita adalah kalimat "Semua ini karena dia! Coba dia nggak seperti itu, saya pasti nggak perlu merasa seperti ini." Saya nggak juga menampik kalo saya sering berfikir begitu, tapi saya selalu mencoba untuk memikirkannya dengan otak yang jernih dan melihat fakta-fakta yang ada. Mungkin mereka salah, tapi apa yang terjadi sama saya itu semata-mata karena orang lain? Saya juga sering memikirkan apa yang menyebabkan mereka berbuat seperti itu. Dan jawabannya, terkadang saya juga menjadi faktor penyebabnya. Dengan kata lain, saya juga punya andil dalam hal yang menyakiti diri saya sendiri. Atau, ternyata alasan kenapa mereka melakukan kesalahan itu karena hal yang sangat penting yang menyebabkan mereka harus mengorbankan saya. dalam sikon tertentu, saya bisa menolenransi.


Jadi, sebenarnya inti dari postingan ini adalah cara fikir saya yang sebenarnya rumit tapi menguntungkan, serta tidak terburu-buru. Alhamdulillah ^^
Semoga bermanfaat ya buat siapapun yang baca. Jangan sampe deh kita kehilangan hal yang penting cuma karena emosi sesaat atau keegoisan pribadi. Sesal itu nggak pernah datang duluan. Nggak rugi kok belajar nggak cuma dari diri sendiri :)

No comments:

Post a Comment